Monday, June 25, 2012

REVITALISASI SISTEM PENGENDALIAN INTERN ORGANISASI PEMERINTAH

REVITALISASI SISTEM PENGENDALIAN INTERN ORGANISASI PEMERINTAH
Oleh: Andi, SE

            Randal J Elder, Mark S. Beasley, dan Alvin A. Arens beserta rekan Indonesia mereka Amir Abadi Jusuf, pada buku Auditing dan Assurance Services An Integrated Approach, menyatakan bahwa “A system of internal control consist of policies and procedures designed to provide management with reasonable assurance that the company achieves its objectives and goals”. Secara bebas dan singkat, kalimat tersebut dapat diartikan bahwa sistem pengendalian internal merupakan kumpulan kebijakan dan prosedur tertentu, yang diciptakan untuk meraih tujuan organisasi.
Fungsi pengawasan dimiliki oleh hampir seluruh organisasi baik formal maupun non-formal, baik perkumpulan profit maupun yang tidak bertujuan pada keuntungan (nirlaba). Fungsi tersebut merupakan bagian dari sebuah sistem pengendalian dari, oleh, dan untuk organisasi yang bersangkutan. Sistem ini sering disebut dengan Sistem Pengendalian Intern (SPI). SPI bekerja dalam upaya check and balance untuk memastikan bahwa organisasi telah bekerja sesuai tujuan dan fungsi utama organisasi tersebut. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa, SPI bertugas mengawal organisasi agar tetap bekerja dalam jalur yang telah ditentukan, guna meraih cita-cita organisasi tersebut.

SPI Secara Umum
            Setelah lama menjadi tidak populer, kini SPI kembali didengungkan. Pernyataan bahwa fungsi pengawasan/pengendalian dalam organisasi bukan merupakan fungsi utama, acap kali dijadikan alasan untuk menomorduakan fungsi ini. Ketidakpopuleran fungsi pengawasan/pengendalian menjadi lebih memprihatinkan, saat manajamen organisasi mulai berhitung-hitung pada biaya (cost) yang dimunculkan fungsi tersebut. Padahal, dengan pengawasan yang baik, maka banyak biaya-biaya lain yang dapat ditekan, dan disaat yang bersamaan banyak manfaat yang akan dipetik. Misalkan saja pada sebuah pabrik roti, apabila pabrik tersebut memilki SPI yang memadai dalam proses produksi, maka jumlah roti berkualitas baik dapat dihasilkan secara optimal, sekaligus menekan jumlah roti yang gagal atau cacat produksi (tidak layak dipasarkan). Hal ini berarti, semakin kecil biaya yang dikeluarkan untuk menghasil roti dengan kuantitas dan kualitas tertentu. Hal ini pula yang secara otomatis, akan menumbuhkan potensi penghasilan maupun keuntungan pada organisasi (pabrik roti) tersebut.
            Beberapa tahun terakhir banyak organisasi swasta bahkan pemerintah, yang menggunakan standar SPI yang diterbitkan oleh COSO (Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission). COSO, merupakan sebuah organisasi nirlaba yang cukup dikenal concern dalam penelitian dan pengembangan organisasi. Sehingga, COSO telah berhasil memformulasikan sebuah kerangka terpadu sistem pengendalian intern yang dikenal dengan COSO Internal Control – Integrated Framework. Kerangka terpadu SPI ini jamak digunakan oleh organisasi-organisasi di Amerika Serikat.
            Pada kerangka terpadu SPI COSO, dijelaskan bahwa SPI disusun dari beberapa unsur utama, yaitu: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan pengendalian intern. Kelima unsur tersebut saling berkaitan dan mendukung. Namun, perlu diketahui bahwa unsur pertama, yaitu lingkungan pengendalian merupakan unsur terpenting. Hal ini disebabkan karena di dalam unsur pengendalian tersebut meliputi pelaksanaan, kebijakan, prosedur yang merefleksikan seluruh sikap dari pihak-pihak yang terlibat dalam organisasi, terkait pengendalian internal yang penting untuk organisasi tersebut.

SPI di Pemerintahan
            Tanggal 28 Agustus 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Peraturan Pemerintahan Nomor 60 Tahun 2008 (PP No. 60 Tahun 2008) tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Peraturan tersebut merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya pasal 58 ayat (2) yang menilai perlunya pemerintah mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.
            Berdasarkan PP tersebut, sistem pengendalian intern didefinisikan sebagai proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pendefinisian tersebut relatif sama dengan rumusan yang diterima umum di dunia akademis dan best practice, seperti pada paragraf awal tulisan ini. Terlebih bila kita membedah peraturan tersebut, akan kita temukan kemiripan yang sangat dekat antara SPI yang diatur dalam PP No. 60 Tahun 2008 dengan formula yang dibakukan oleh COSO. Sebut saja unsur SPI Pemerintah yang dinyatakan pada pasal 3. Disana kita temukan 5 unsur SPI, yang sama dengan COSO, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan pengendalian intern.
Sehingga, dengan telah diterbitkannya PP tersebut, kita dapat memperoleh kesimpulan awal bahwa Pemerintah Republik Indonesia sesungguhnya telah berupaya memberikan panduan, aturan, dan batasan yang jelas untuk mewujudkan SPI yang memadai di lingkungan pemerintah.
Selain mengatur tema pengendalian intern, PP No.60 Tahun 2008 juga telah memberikan porsi yang luas dan jelas kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk memberikan andil dalam memperkuat dan menunjang efektivitas SPI. Sebut saja beberapa tugas dan wewenang yang diamanatkan seperti audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya.
Oleh karena itu, kita sangat berharap kepada organisasi APIP menjadi salah satu pihak yang dapat terus mengawal perbaikan sistem pengendalian intern organisasi pemerintah. Sehingga, dapat menciptakan SPI menjadi sebuah early warning system, sistem peringatan dini atas kekeliruan-kekeliruan yang mungkin terjadi. Dengan harapan, semakin kecil kekeliruan yang terjadi, maka semakin efektif kinerja organisasi untuk mendekatkan diri terhadap tujuan organisasi tersebut.

Artikel ini adalah pendapat pribadi bukan mewakili pendapat instansi

Tulisan ini telah dimuat daam rubrik "Wacana" pada Palangka Post Juni 2011.

5 comments:

  1. Terimakasih infonya pak, pas banget ni buat acuan tugas kuliah

    ReplyDelete
  2. Tulis juga bang kinerja APIP yang baik itu seperti apa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dalam menentukan kinerja APIP yang baik, maka yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah menentukan indikator apa yg digunakan dalam menilai kinerja. Terkait indikator, maka manajemen APIP perlu mendeklarasikannya bersama-sama dengan pihak penilai.

      salah satu indikator yang sering digunakan adalah peraturan perundang-undangan. Misal PP 60 ttg SPIP, atau permendagri yang khusus mengatur tentang APIP di provinsi/kabupaten/kota. Bisa pula 'best practice' di Satuan Pengawas Intern baik di swasta maupun pemerintah. cmiiw.

      Delete

:: akuntansi pemerintah akuntansi pemerintahan akuntansi pemerintah indonesia ::
komentar, saran, dan kritik sangat diharapkan untuk menambah kualitas