Undang-Undang Desa telah
menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Desa diberikan kewenangan dan sumber dana yang memadai agar dapat
mengelola potensi yang dimilikinya guna meningkatkan ekonomi dan kesejahtaraan
masyarakat. Setiap tahun Pemerintah Pusat telah menganggarkan Dana Desa yang
cukup besar untuk diberikan kepada Desa. Pada tahun 2015, Dana Desa dianggarkan
sebesar Rp20,7 triliun, dengan rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi
sebesar Rp280 juta. Pada tahun 2016, Dana Desa meningkat menjadi Rp46,98
triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp628 juta dan di tahun 2017
kembali meningkat menjadi Rp 60 Triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar
Rp800 juta.
Berdasarkan hasil evaluasi tiga
tahun pelaksanaannya, Dana Desa terbukti telah menghasilkan sarana/prasarana yang
bermanfaat bagi masyarakat, antara lain berupa terbangunnya lebih dari 95,2
ribu kilometer jalan desa; 914 ribu meter jembatan; 22.616 unit sambungan air
bersih; 2.201 unit tambatan perahu; 14.957 unit PAUD; 4.004 unit Polindes;
19.485 unit sumur; 3.106 pasar desa; 103.405 unit drainase dan irigasi; 10.964
unit Posyandu; dan 1.338 unit embung dalam periode 2015-2016.
Selain itu, desa juga punya
kesempatan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat, melalui pelatihan dan
pemasaran kerajinan masyarakat, pengembangan usaha peternakan dan perikanan,
dan pengembangan kawasan wisata melalui BUMDes (badan usaha milik desa). Kunci
sukses untuk mensejahterakan masyarakat dalam membangun desa adalah kuatnya
sentuhan inisiasi, inovasi, kreasi dan kerjasama antara aparat desa dengan
masyarakat dalam mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama. Pembangunan
desa tidak mungkin bisa dilakukan aparat desa sendiri, tapi butuh dukungan,
prakarsa, dan peran aktif dari masyarakat.
Hasil evaluasi penggunaan Dana
Desa selama dua tahun terakhir juga menunjukkan bahwa Dana Desa telah berhasil
meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa yang ditunjukkan, antara lain
dengan menurunnya rasio ketimpangan perdesaan dari 0,34 pada tahun 2014 menjadi
0,32 di tahun 2017. Menurunnya jumlah penduduk miskin perdesaan dari 17,7 juta
tahun 2014 menjadi 17,1 juta tahun 2017 dan, adanya penurunan persentase
penduduk miskin perdesaan dari 14,09% pada tahun 2015 menjadi 13,93% di tahun
2017. Pencapaian ini akan dapat ditingkatkan lagi di tahun-tahun mendatang
dengan pengelolaan Dana Desa yang baik.
Hal yang penting yang dapat
diterapkan dalam pengelolaan Dana Desa dengan melibatkan masyarakat adalah
perlunya melakukan kegiatan dengan pola swakelola, menggunakan tenaga kerja
setempat, dan memanfaatkan bahan baku lokal yang ada di desa. Dengan pola
swakelola, berarti diupayakan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan tersebut
dilakukan secara mandiri oleh Desa, sehingga uang yang digunakan untuk pembangunan
tersebut tidak akan mengalir keluar desa. Dengan menggunakan tenaga kerja
setempat, diharapkan pelaksanaan kegiatan tersebut bisa menyerap tenaga kerja
dan memberikan pendapatan bagi mereka yang bekerja. Sementara penggunaan bahan
baku lokal diharapkan akan memberikan penghasilan kepada masyarakat yang
memiliki bahan baku tersebut.
Pencapaian Dana Desa selama ini
masih memerlukan penyempurnaan. Tugas kita untuk merencanakan, mengelola, dan
mengawal Dana Desa ke depan akan semakin berat. Pemerintah senantiasa berupaya
agar Dana Desa bisa semakin berpihak pada masyarakat miskin. Selain itu, regulasi
yang disusun pun menghasilkan sistem pengelolaan Dana Desa yang efektif,
efisien, dan akuntabel, sehingga tujuan Pemerintah melalui pengalokasian Dana Desa
dapat terwujud. Untuk itu, diperlukan penguatan kapasitas kelembagaan dan
sumber daya manusia, baik aparatur pemerintah desa, masyarakat, maupun tenaga
pendampingan desa serta perbaikan transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan dalam
pengelolaan Dana Desa dan keuangan desa.
Dalam pelaksanaan UU Desa,
berbagai regulasi turunan undang-undang telah diterbitkan untuk mengatur
berbagai hal agar pembangunan desa dapat berjalan sebagaimana amanat
Undang-Undang Desa. Regulasi tersebut tertuang di dalam berbagai tingkatan,
dimulai dari peraturan pemerintah, peraturan menteri terkait (Peraturan Menteri
Keuangan, Peraturan Menteri Dalam Negeri, dan Peraturan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi), hingga peraturan pelengkap
yang diterbitkan oleh daerah. Agar berbagai peraturan pelaksanaan UU Desa
tersebut dapat diimplementasikan dengan baik, maka perlu dilakukan penyelarasan
dalam penyusunan kebijakan di masing-masing kementerian, yang ditujukan untuk
meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas
pemanfaatan Dana Desa. Untuk itu, Pemerintah merancang Keputusan Bersama (SKB)
4 Menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi. Rancangan SKB 4 Menteri tersebut antara lain
memuat penguatan peran dan sinergi antarkementerian dalam perencanaan,
penganggaran, pengalokasian, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, penguatan
supervisi kepada pemda kabupaten/kota, dan desa.
Selanjutnya, untuk mengetahui
implementasi regulasi Dana Desa secara consize namun komprehensif, perlu
disusun Buku Saku Dana Desa dengan tema “Dana Desa untuk Kesejahteraan
Masyarakat: Menciptakan Lapangan Kerja, Mengatasi Kesenjangan, dan Mengentaskan
Kemiskinan“. Buku saku ini diharapkan dapat menjadi pegangan dan pedoman bagi
berbagai stakeholder, baik bagi kepala desa dan aparaturnya, eksekutif di
Daerah dan Pusat, anggota Legislatif maupun masyarakat.
Jakarta, November
2017
Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati