Wednesday, November 21, 2012

Sarang Burung Walet Diantara Potensi Pendapatan Daerah Dan Tata Kota


Oleh: Andi *)

            Sebuah keniscayaan bahwa bisnis sarang burung walet kini telah tumbuh dengan pesat. Dan sebuah fakta yang tidak dapat dinafikan pula, bahwa ’rumah walet’ yang dibangun secara masif di wilayah Kota Palangka Raya berkontribusi negatif terhadap tata kota. Kesemrawutan kian mencoreng citra ’Kota Cantik’, sebuah kota yang beberapa waktu lalu digadang-gadang menjadi ibukota negara.
            Gubernur melalui instruksi No.1568/KP.020/07/2010 tanggal 31 Juli 2010 tentang Penertiban Pengelolaan Pengusahaan Sarang Burung Walet, menegaskan upaya Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk menanggulangi dampak gangguan yang dimunculkan oleh keberadaan sarang walet (Tabengan, 24 Mei 2011). Hal ini mengingat, kondisi tersebut dianggap sudah menganggu ketertiban lingkungan dan merusak tata kota.
            Dari segala macam sisi negatif tersebut, perlu juga kita mengungkap sisi positif dari keberadaan sarang burung walet. Selain dapat menjadi pundi-pundi rupiah masyarakat yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan, sarang burung walet juga memunculkan potensi pendapatan bagi daerah. Sebut saja retribusi yang bisa didulang dari pengurusan izin Hinder Ordonantie (HO) atau izin gangguan. Terlebih lagi setelah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU No. 28 Tahun 2009) disahkan. Pajak Sarang Burung Walet menjadi satu di antara empat jenis pajak baru yang boleh dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.
            Dukungan legalitas dari Pemerintah Pusat ini, tentu dapat menjadi peluang bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Palangka Raya untuk memperbesar potensi pendapatannya. Hanya saja, kita tinggal menunggu payung hukum dan petunjuk teknis di level daerah. Peraturan Daerah menjadi dasar hukum utama di level pemerintah daerah, untuk menetapkan objek pajak dan tarif terkait pajak sarang burung walet tersebut. Dan selanjutnya disusul dengan produk hukum eksekutif yang mengatur segala hal menyangkut penatausahaan.
            Kota Palangka Raya yang merupakan ibu kota dari Provinsi Kalimantan Tengah memang seharusnya berbenah. Palangka Raya suka tidak suka, akan menjadi etalase terdepan bagi Bumi Tambun Bungai, sebuah provinsi yang pada tanggal 23 Mei lalu genap berusia 54 tahun. ‘Kota Cantik’ harus segera berdandan. Oleh karena itu, untuk menghadapi dilema sarang burung walet ini, ‘penertiban’ memang menjadi kata kuncinya.

Potensi Pendapatan Daerah
Bak buah simalakama, di satu sisi sarang burung walet sangat menguntungkan dunia usaha dan pemerintah kota, di sisi lain mengancam ketertiban dan tata kota. Perlu kita ketahui bahwa ada banyak potensi pendapatan daerah yang masih belum dimaksimalkan, terkait sarang burung walet. Mulai dari proses awal hingga aktivitas akhir pada dunia usaha ini.
Sebut saja Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas pembangunan gedung sarang burung walet, atau izin gangguan (HO) dan Pajak Sarang Burung Walet yang sudah disebut diatas. Belum lagi potensi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan, yang mulai tahun 2010 telah dipersiapkan pelimbahan hak pungutnya oleh Pemerintah Pusat ke Pemkot Palangka Raya secara berangsur-angsur, sesuai amanat pasal 182 dan 185 pada UU No. 28 Tahun 2009 tersebut.

Tuesday, November 6, 2012

DAMPAK PUTUSAN MK TENTANG PIUTANG BANK BUMN


Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengeluarkan Amar Putusannya perihal “Piutang Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN)”. Pada tanggal 17 September 2012, Rapat Permusyawaratan Hakim menerbitkan Surat Putusan MK Nomor: 77/PUU-IX/2011.  Inti dari Surat Putusan yang dibaca pada hari selasa, 25 September 2012 tersebut  ialah, bahwa “Piutang Bank BUMN” bukan “Piutang Negara”. Pada Amar Putusan tersebut, MK mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Para Pemohon yang memiliki utang dengan BNI, merasa hak konstitusinya dilanggar. Mengingat mereka tidak mendapatkan haircut (hapus tagih) utang dari BNI yang notabene BUMN, di masa krisis moneter 1997/1998. Padahal disaat yang sama, debitur-debitur nakal mendapat kemudahaan pengurusan utang oleh BPPN, selebihnya mereka menikmati pemotongan utang hingga 50%. Selanjutnya, pengurusan utang para Pemohon diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Alih-alih mendapatkan potongan, menurut Para Pemohon, utang mereka semakin besar.

Pada Amar Putusan tersebut, ada delapan poin keputusan terkait judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 (UU49/1960) tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Keseluruhannya menyatakan, bahwa frasa-frasa yang terkait Piutang BUMN adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan kini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Alhasil, piutang  Bank BUMN tidak lagi menjadi bagian dari piutang negara, sehingga pengurusan penagihannya tidak lagi diurus oleh PUPN.

Lingkup Keuangan Negara
Diskusi mengenai apakah BUMN masih menjadi bagian keuangan negara atau bukan telah lama berlangsung, baik di dunia akademisi maupun praktisi. Setelah terbitnya, paket Undang-Undang Keuangan Negara (UUKN), yang terdiri dari UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pemerintah telah mereposisi keuangan negara menjadi salah satu wujud penting dalam reformasi birokrasi keuangan. UUKN tersebut pula yang mendefinisikan kembali, apa itu yang dimaksud dengan keuangan negara, dan apa pula ruang lingkupnya.

Pada pasal 2 UU 17/2003, dinyatakan bahwa satu dari sembilan lingkup keuangan negara meliputi, kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah. Jelas sudah bahwa BUMN dan BUMD adalah bagian dari keuangan negara, tidak perlu interpretasi lagi untuk memahami dalil tersebut. Mungkin itu pula mengapa Bab Penjelasan UU 17/2003, merasa tidak perlu untuk menjelaskan lagi maksud dari isi Batang Tubuh tersebut.

Namun, setelah lahirnya UU 19/2003 tentang BUMN dan UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), muncullah bias perihal lingkup keuangan negara. Kedua produk hukum ini menegasi, pernyataan UUKN tentang “kekayaan yang dipisahkan”, sehingga BUMN tidak lagi jadi bagian dari keuangan negara. Kondisi ini sebenarnya sesuai dengan praktek-praktek bisnis yang lazim. Dimana sang empunya modal (Negara) menjadi terpisah dengan perusahan (BUMN), segera setelah penyertaan modal diserahkan. Konsep ini juga yang dianut dalam akuntansi keuangan dengan istilah “Entitas Terpisah”.

Monday, September 17, 2012

Surat Terbuka Untuk Partai Islam Tentang Pemimpin Islam di Jakarta



Sebelumnya, saya ingin menyatakan bahwa saya tidak berafiliasi secara politik dengan partai politik mana pun, tidak pula dengan calon yang diusung oleh partai tersebut.

Dipenghujung tanggal 16 September 2012 ini, saya ingin menyampaikan bahwa Benar, Islam merekomendasikan dengan tegas ( strongly recommend) untuk memilih Pemimpin berdasarkan kesalihan dan ahlak.
Salah satu poin lain dan konsekuensinya adalah dengan tidak memilih Pemimpin dari kalangan di luar Islam. Tanpa berusaha menyederhanakan tentang ilmu politik (fiqih siasah) atau bahkan meremehkan, saya berpendapat bahwa tidak perlu tafsir yang rumit untuk memahami pesan-pesan yang ditulis di Al Quran dan Al Hadits.

Ada satu hal yang menggelitik saya hari ini. Bukanlah tentang boleh tidaknya seorang muslim, memilih pemimpin non muslim, sementara masih ada pemimpin muslim. Namun, bagaimana debat antara Foke-Nara vs Jokowi-Ahok.

Foke-Nara bak seorang juara bertahan, betul-betul kewalahan mempertahankan sabuk juara, saat Sang Penantang mampu memberikan pukulan-pukulan telak di wajah dan perut Foke-Nara. Sementara, Foke-Nara hanya mampu membalas dengan jab-jab yang memiliki poin kecil di depan berjuta pasang mata pemirsa tipi.

Jab-Jab itu kemudian dipaksakan berubah menjadi hook, namun Jokowi-Ahok tak tanggung-tanggung memberikan uppercut yang telak.
Apalagi jika tema-tema yang diusung sungguh menyulitkan Foke-Nara, terutama tema macet.

Satu hal yang tidak bisa dipungkiri oleh para Partai Islam, bahwa Jokowi (yang konon Kejawen akut) dan Ahok (Non Muslim) dinilai cukup sukses di tempat asal mereka berkarir politik. Dan, hasil putaran pertama merupakan penguatan (affirmativ) atas hipotesa, bahwa kedua mampu mendulang suara dengan baik.

Yang jadi poin penting saya adalah, bahwa Partai Islam seyogya tidak "cuma", bisa menggunakan sebagian ayat namun mengabaikan ayat lain.
Ayat lain apa pula?
Maksud saya adalah ayat tentang bagaimana pemimpin yang dipilih juga harus kompeten (ahli), jujur, adil, serta amanah.
Sehingga, pemimpin yang harus dipilih itu, bukan PEMIMPIN MUSLIM!!!

Wednesday, July 11, 2012

Aplikasi Menghitung Angsuran Pembiayan Kredit di Bank (Konvensional atau Syariah)

Kita mungkin dari sedikit penduduk Indonesia yang "Bankable". Maksudnya disini adalah Kita merupakan sedikit dari warga negara Indonesia yang memiliki akses untuk menikmati layanan jasa perbankan Indonesia. Mengingat, masih banyak warga Indonesia yang belum dapat mengakses layanan perbankan, baik karena halangan lokasi (jarak bank jauh dari tempat bermukimnya) maupun pengetahuan untuk memanfaatkan layanan tersebut.

Dari yang sedikit itu masih dapat kita bagi lagi. Setidaknya 2 kelompok besar. Yaitu, orang atau pihak yang dapat menikmati layanan pendanaan (funding) dan pembiayaan (financing), maupun yang "hanya" dapat mengakses layanan funding.


Secara simpel, Funding atau pendanaan, dapat dijelaskan berupa layanan Bank yang diberikan pada masyarakat untuk mengelola dana masyarakat. Misalnya, layanan untuk menyimpan dana tabungan masyarakat, tabungan biasa, giro, tabungan berjangka, deposito, bahkan variasi lainnya seperti Dana Pensiun dan Asuransi. Maklum, sekarang Bank-Bank sedang sangat agresif membentuk produk baru, yang sebenarnya bukan 'domain'nya. Agak maruk gitu deh. Hehehe

Next, pembiayaan atau financing. Bahasa simpel, Ngutang! Nah! Tidak semua orang yang bisa menggunakan layanan ini. Mengapa? Karena tidak semua orang dianggap pantas untuk menerima layanan ini. Mengingat, orang-orang yang ingin menikmati layanan jasa pembiayaan, harus dinilai oleh Bank, dan mendapat predikat "dapat mencicil utang bank-nya".

Bank akan melihat kualitas "Likuiditas" Nasabah Pembiayaan tersebut. Likuiditas merupakan kemampuan nasabah untuk membayar utang jangka pendeknya. Makanya, gak usah heran, kalau Bank hanya mau memberikan utang kepada PNS atau Karyawan Tetap yang punya penghasilan tetap atau Pengusaha yang usahanya udah jalan. Kalau gak punya dua-dua, sangat disarankan memberikan jaminan berupa aset tetap kayak rumah atau mobil. Cukup membawa surat kepemilikannya aja ya, jangan dibawa rumah atau mobil masuk ke Bank juga... :D

Nah, buat kawan-kawan yang ingin menikmati jasa perbankan pembiayaan, dapat menggunakan aplikasi yang saya buat di excel. Bisa dipake untuk Bank Syariah maupun Konvensional. Karena pada dasarnya perhitungan (beberapa) Bank Syariah dengan Konvensional itu sama. Hitung-hitungan yang dipakai pada aplikasi ini hanya untuk Akad Murabahah doang ya?! Maksudnya Akad Murabahah adalah Akad Kredit yang sifatnya Jual Beli. Bank menjual barang ke nasabah dari harga pokok + keuntungan bank, terus totalnya di cicil sesuai dengan kesepakatan. Apakah 24 bulan atau 60 bulan, atau seterusnya?

Aplikasi ini hanya untuk cicilan Fixed alias bukan (bunga) float. Maksudnya apa pula ini?
Fixed artinya bunga atau marginnya tetap. Mekanisme ini yang paling sering dipake sama Bank syariah.
Dan aplikasi ini didesain untuk margin/riba yang sifanya efektif.

Sunday, July 1, 2012

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Pada tanggal 15 September 2009, Presiden Republik Indonesia, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 September 2009 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia  Andi Mattalatta.

Peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan palig lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010.

Dalam kehidupan bernegara, UU ini menjadi acuan bagi beberapa Pemerintah Daerah untuk melakukan revisi atas Peratuan Daerah (Perda) maupun Peraturan Bupati (Perbup)/ Peraturan Walikota (Perwal).

Download Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan

Sebagai tindak lanjut dari amanat yang ada pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor130,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049). Dengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan dan Walikota Medan memutuskan untuk menetapkan : Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012.

Perda ini ditandatangi oleh Drs. H. RAHUDMAN HARAHAP, MM. pada 27 Juni 2011 di Medan.

Artikel yang Berkaitan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Sebagai tindak lanjut dari amanat yang ada pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor130,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049). Dengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan dan Walikota Medan memutuskan untuk menetapkan : Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atastanah Dan Bangunan.
Perda ini ditandatangi oleh Drs. H. RAHUDMAN HARAHAP, MM. pada 2011 di Medan.


Pengalaman Saya Mengurus Sertfikat Hak Milik Tanah Ayah di Medan

Sekedar berbagi pengalaman, pada awal Tahun 2012 ini saya baru saja 'berhasil' mengurus sertifikat rumah orang tua yang sebelum hanya 'akta jual beli' bawah tangan atau onder de hand.
Awal mula saya mengurus sertifikat ini sebenarnya sejak awal tahun 2010, jadi kalau dihitung-hitung, sertifikat ini selesai kurang lebih 2 tahun. Namun, jangan negative thingking dulu dengan pihak penerbit sertifikat tersebut a.k.a BPN, lamanya pengurusan tersebut karena beberapa proses sering tertunda karena harus menunggu saya pulang dari tugas di Palangka Raya.

Ok, back to the point, dalam proses yang saya lalui, mulai dari meminta semacam surat "pernyataan" dari Lurah bahwa benar kami (ayah dan keluarga) telah mendiami lokasi rumah sejak tahun 1992, kemudian mengajukan formulir untuk pengurusan yang dilampiri dengan copy "akta jual beli bawah tangan" yang telah dilegalisir oleh notaris. Selanjutnya, kita harus bayar sejumlah rupiah ke Bendahara Penerimaan disana, ada bukti penerimaannya, gak pungutan liar (pungli) kok. (Kalo yang pake calo gak tau ya...).

Kemudian setelah menjalani proses pengajuan, pihak BPN bakalan datang ke rumah untuk melakukan pengecekan keberadaan dan luas tanah serta bangunan. Kemudian, output dari kegiatan itu adalah gambar atas objek tanah bangunan yang diurus.

Setelah itu, gambar tadi akan dicek lagi oleh pihak BPN dan kesesuaiannya dengan dokumen-dokumen pendukung yang ada (prosesnya panjang banget gan....hehehe...sabar, maklum ini konsekuensi gak pake calo, alisan ngurus dewe).

Wednesday, June 27, 2012

PERKEMBANGAN ORGANISASI KELEMBAGAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN KEUANGAN NEGARA

PERKEMBANGAN ORGANISASI KELEMBAGAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN KEUANGAN NEGARA : sebuah diskusi 1) 


Oleh: Yth. Bapak Siswo Suyanto

Transformasi kelembagaan Badan Pemeriksa Keuangan di Indonesia sebagai lembaga pengawasan di bidang keuangan Negara tampak sebagai suatu proses yang tiada henti. Dimulai dari suatu instansi pengawasan internal pada masa Hindia Belanda, lembaga tersebut berubah menjadi sebuah instansi pengawasan eksternal. 
Disamping itu, dilihat dari sudut substansi tugas atau perannya, lembaga yang semula terfokus pada pemeriksaan pembukuan dan laporan instansi pemerintah negara jajahan, kemudian berkembang perannya sebagai suatu lembaga peradilan, khususnya bagi pengelolaan keuangan negara. Di masa setelah kemerdekaan, transformasi tersebut terus berlanjut. 

Dengan mengacu pada ICW dan IAR, gagasan tentang bentuk kelembagaan yang sesuai dengan kebutuhan republik yang baru lahir tersebut terus dikembangkan. Munculnya pemikiran untuk menerapkan pola Sad Praja dalam sistem politik di Indonesia, pada akhirnya, telah menempatkan lembaga ini sebagai salah satu lembaga politik dengan status sebagai lembaga tinggi negara. SESUAI KEBUTUHAN : BPK adalah sebuah lembaga audit  Bila diperhatikan, perubahan organisasi kelembagaan BPK didasarkan pada perkembangan legal basis terkait dengan pemikiran tentang lembaga itu sendiri. Selama ini disadari sepenuhnya, walaupun UUD 1945 (sebelum amandemen) tidak banyak menjelaskan tentang Badan Pemeriksa Keuangan, dengan bermodalkan pada gagasan yang ada sejak zaman Hindia Belanda, semua pihak berpendapat bahwa BPK merupakan kelanjutan dari Algemeine Rekenkammer (ARK). 


Oleh sebab itu, melekat dalam citra BPK adalah sebagai sebuah lembaga yang melakukan pemeriksaan tanggungjawab pengelolaan keuangan negara, di satu sisi; dan sebagai lembaga peradilan administratif (quasi juridictionnelle), di sisi lain.  

Monday, June 25, 2012

REVITALISASI SISTEM PENGENDALIAN INTERN ORGANISASI PEMERINTAH

REVITALISASI SISTEM PENGENDALIAN INTERN ORGANISASI PEMERINTAH
Oleh: Andi, SE

            Randal J Elder, Mark S. Beasley, dan Alvin A. Arens beserta rekan Indonesia mereka Amir Abadi Jusuf, pada buku Auditing dan Assurance Services An Integrated Approach, menyatakan bahwa “A system of internal control consist of policies and procedures designed to provide management with reasonable assurance that the company achieves its objectives and goals”. Secara bebas dan singkat, kalimat tersebut dapat diartikan bahwa sistem pengendalian internal merupakan kumpulan kebijakan dan prosedur tertentu, yang diciptakan untuk meraih tujuan organisasi.
Fungsi pengawasan dimiliki oleh hampir seluruh organisasi baik formal maupun non-formal, baik perkumpulan profit maupun yang tidak bertujuan pada keuntungan (nirlaba). Fungsi tersebut merupakan bagian dari sebuah sistem pengendalian dari, oleh, dan untuk organisasi yang bersangkutan. Sistem ini sering disebut dengan Sistem Pengendalian Intern (SPI). SPI bekerja dalam upaya check and balance untuk memastikan bahwa organisasi telah bekerja sesuai tujuan dan fungsi utama organisasi tersebut. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa, SPI bertugas mengawal organisasi agar tetap bekerja dalam jalur yang telah ditentukan, guna meraih cita-cita organisasi tersebut.

SPI Secara Umum
            Setelah lama menjadi tidak populer, kini SPI kembali didengungkan. Pernyataan bahwa fungsi pengawasan/pengendalian dalam organisasi bukan merupakan fungsi utama, acap kali dijadikan alasan untuk menomorduakan fungsi ini. Ketidakpopuleran fungsi pengawasan/pengendalian menjadi lebih memprihatinkan, saat manajamen organisasi mulai berhitung-hitung pada biaya (cost) yang dimunculkan fungsi tersebut. Padahal, dengan pengawasan yang baik, maka banyak biaya-biaya lain yang dapat ditekan, dan disaat yang bersamaan banyak manfaat yang akan dipetik. Misalkan saja pada sebuah pabrik roti, apabila pabrik tersebut memilki SPI yang memadai dalam proses produksi, maka jumlah roti berkualitas baik dapat dihasilkan secara optimal, sekaligus menekan jumlah roti yang gagal atau cacat produksi (tidak layak dipasarkan). Hal ini berarti, semakin kecil biaya yang dikeluarkan untuk menghasil roti dengan kuantitas dan kualitas tertentu. Hal ini pula yang secara otomatis, akan menumbuhkan potensi penghasilan maupun keuntungan pada organisasi (pabrik roti) tersebut.

Jenis-Jenis Opini dalam Audit Laporan Keuangan

Opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Jenis Opini yang berlaku secara umum (baik di sektor privat maupun publik) dapat dibagi dalam 4 jenis, yaitu: Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion), Tidak Wajar (Adverse Opinion), dan Menolak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion). Secara tersirat urut-urutan pada klasifikasi opini di atas dapat menjadi refleksi stratafikasi kualitas kewajaran atas laporan keuangan. Dalam hal khusus keuangan negara, hal ini senada dengan penjelasan pasal 16 UU 15/2004, terdapat 4 jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, sama seperti di atas.

Namun, di beberapa buku referensi, seperti Auditing Jilid I karya Dan M. Guy, Alderman, dan Winters, terdapat 1 jenis opini tambahan yaitu opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa (Paragraf) Penjelasan (Unqualified Opinion Report with Explanatory Language). Penempatan urutan opini tambahan ini disisipkan di antara opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan opini Wajar Dengan Pengecualian.
Banyak para ahli yang mencoba mendefinisikan dari masing-masing jenis opini diatas. Meski terdapat beberapa perbedaan, namun secara substansi dapat ditarik garis-garis pokok dari masing-masing kelompok opini tersebut. Berikut ini adalah salah satu definisi dari masing-masing opini:

Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) - Unqualified Opinion
Para ahli sepakat bahwa opini Unqualified Opinion merupakan opini yang dikemukakan oleh lembaga asersi (lembaga auditor) yang menggambarkan kualitas terbaik atas sebuah laporan keuangan. Jenis Opini  inimenyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam hal laporan keuangan privat berarti merujuk pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, sedangkan untuk keuangan negara merujuk pada Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan. Di dalam literatur terjemahan Indonesia terdahulu, opini Unqualified Opinion diterjemahkan sebagai Wajar Tanpa Syarat (WTS). Diduga, karena singkatan WTS memiliki konotasi negatif pada masyarakat umum Indonesia, istilah WTS kini tidak lagi digunakan.

Friday, June 22, 2012

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013


Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013 sudah ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Mei 2012 oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.

Permendagri ini juga telah diundangkan pada tanggal 11 Mei 2012 oleh Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin, dan telah dicatat di BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 508.

Pedoman Penyusunan APBD memuat pokok-pokok kebijakan sebagai petunjuk dan arah bagi pemerintah daerah dalam penyusunan, pembahasan dan penetapan APBD.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 dapat didowload sini dan lampiran disini.

Untuk yang memerlukan Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012 (untuk kriteria Audit LKPD TA 2012 dapat dibaca disini)


:: akuntansi pemerintah akuntansi pemerintahan akuntansi pemerintah indonesia ::

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012

Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Gamawan Fauzi, telah menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012, pada tanggal 23 Mei 2011. Dua hari setelah itu, tepatnya tanggal 25 Mei 2011, Menteri Hukum dan HAM RI segera mengundangkan Permendagri tersebut.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012 merupakan pedoman penyusunan APBD Tahun Anggaran 2012,meliputi sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan kebijakan pemerintah daerah; prinsip penyusunan APBD; kebijakan penyusunan APBD; teknis penyusunan APBD; dan hal-hal khusus lainnya.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012 dapat didownload disini. (Lumayan untuk kriteria audit Tahun 2013 atas LKPD TA 2012 :D)

Untuk Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013 dapat dibaca disini.


:: akuntansi pemerintah akuntansi pemerintahan akuntansi pemerintah indonesia ::

Otoritas Jasa Keuangan

Jakarta, tanggal 22 November 2011, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono mensahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. (Download UU 21 2011)

Lembaga ini dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, dapat disenggarakan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. Selain itu, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.

Thursday, June 21, 2012

Enam DK OJK Lainnya Terpilih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Voting yang dilakukan Komisi XI DPR menghasilkan enam nama Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Kuangan (OJK) lainnya. Posisi enam DK OJK lainnya akan ditentukan OJK sendiri nantinya.

Enam orang yang terpilih adalah mantan Direktur Internasional BI, Nelson Tampubolon dengan 44 suara, Ketua Bapepam, Nurhaida (54), dan Dirjen Pengelolaan Utang Kemenkeu, Rahmat Waluyanto (40).

Selain itu, terpilih pula Anggota Dewan Komisioner LPS, Firdaus Jaelani dengan 53 suara, mantan auditor utama BPK, Ilya Avianti (50), dan mantan Kepala Bank Indonesia New York yaitu Kusumaningtuti Soetiono (53).

Anggota Komisi XI dari fraksi PDIP, Maruarar Sirait menyatakan, mereka yang terpilih dianggap memiliki kapabilitas yang baik. "Mereka adalah orang-orang yang memiliki pengalaman yang baik di bidangnya masing-masing," katanya.

Seperti Nurhaida yang memiliki pengetahuan yang luas tentang pasar modal. Begitu juga dengan Nelson Tampubolon dan Kusumaningtuti yang punya pengalaman cukup di perbankan.

Dia berharap, nama-nama yang terpilih bisa bersikap independen dan profesional. "Mereka harus bisa buktikan kalau mereka bisa selesaikan masalah yang ada di industri keuangan. Seperti kasus Bank Century, Indofer, dan lain-lain," katanya.

Selain itu, mereka diharpakan mampu menjaga kedaulatan industri jasa keuangan di Indonesia. "Mereka harus mampu merealisasikan azas resiprokal. Intinya kedaulatan baik di perbankan maupun asuransi," katanya.

Mereka pun harus mampu menghilangkan ego sektoral dan bekerja secara tim. "Ini mengingat OJK adalah lembaga lintas ektoral. Mereka harus jadi tim yang kompak dan bisa melihat masalah yang ada di sistem keuangan Indonesia dari berbagai aspek," katanya.

Keputusan dipilihnya keenam nama tersebut bersama sang ketua terpilih, Muliaman D Hadad, akan disahkan melalui paripurna pada Selasa (26/6) mendatang. Sedangkan mereka akan dilantik oleh Mahkamah Agung (MA).

"Selanjutnya kita harus mengawal sejumlah nama tersebut. Kita harus pertanggungjawabkan nama-nama itu kepada publik. Bahwa ini adalah pilihan yang benar," katanya.
Sumber Republika
Redaktur: Djibril Muhammad
Reporter: Fitria Andayani

Monday, June 18, 2012

Standar Akuntansi Pemerintahan PP 71 Tahun 2010

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ini sudah ada sejak tahun 2010. Dengan kemunculan SAP baru ini, pemerintah secara otomatis juga telah mencabut keberadaan SAP lama yaitu PP 24 Tahun 2005. Namun, sejatinya "ruh" PP 24 Tahun 2005 masih dapat digunakan hingga tahun 2014 kelak. Yaitu dengan memilih lampiran 2 sebagai SAP, bukan lampiran 1 yang bernuansa Akrual Murni.

Jadi, yang masih bisa dipakai adalah SAP "Basis Kas Menuju Akrual" bukan SAP "PP 24 Tahun 2005". Untuk meluruskan pendapat yang sering muncul selama ini, yang menyamaratakan bahwa "Basis Kas Menuju Akrual" sama saja dengan "PP 24 Tahun 2005".

Padahal nyata-nyata pada BAB III Ketentuan Penutup PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan tepatnya pada pasal 9 dinyatakan bahwa:
"Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;dan"
Jadi, hingga 2014 kita memang masih diperbolehkan untuk menggunakan SAP yang Berbasis Kas Menuju Akrual yang diakomodasi pada Lampiran 2 di PP 71 Tahun 2010. Namun, bukan berarti kita masih boleh menggunakan PP 24 Tahun 2005 sebagai standar. Secara substantif, Lampiran 2 PP 71 Tahun 2010 sama persis dengan PP 24 Tahun 2005. Namun, jika terkait legalitas kita masih menggunakan PP 24 Tahun 2005 itu adalah kesalahan, karena Peraturan Pemerintah tersebut telah dicabut.

Hal ini dikenal di dunia hukum sebagai Lex posterior derogat legi priori. Yaitu,  asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang terbaru (posterior) mengesampingkan hukum yang lama (prior). Asas ini biasanya digunakan baik dalam hukum nasional maupun internasional. Referensi

Bagi kawan-kawan yang ingin mendownload PP 24 Tahun 2005 silahkan download disini.
Untuk PP 71 Tahun 2010, silahkan klik disini.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2012 TENTANG PERPANJANGAN BATAS USIA PENSIUN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENDUDUKI JABATAN FUNGSIONAL PEMERIKSA

Pada tanggal 2 Mei 2012, Presiden telah menerbitkan sebuah Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang perpanjangan batas usia pensiun pemeriksa auditor, yaitu PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2012 TENTANG PERPANJANGAN BATAS USIA PENSIUN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG MENDUDUKI JABATAN FUNGSIONAL PEMERIKSA.

Perpres Nomor 52 Tahun 2012 dapat didowload disini.
Mohon maaf link yang tertulis diatas rusak: Link Baru silahkan Klik Download Baru atau ini.

*Cara download: Klik link Download, tunggu 5 detik, klik "Lewati" atau "Skip" di pojok kiri layar Anda. Terima Kasih. Semoga Bermanfaat

Thursday, June 14, 2012

PMK 50 Tahun 2012 tentang Perubahan Iuran dan Manfaat Pensiun

Sekarang ada PERATURAN MENTERI KEUANGAN (PMK) REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 50/PMK.010/2012 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 343/KMK.017/1998 TENTANG IURAN DAN MANFAAT PENSIUN.

Kalo perlu silahkan download disini.


akuntansi pemerintah akuntansi pemerintahan akuntansi pemerintah indonesia

Wednesday, June 13, 2012

PMK Gaji 13 TA 2012

Akhirnya muncul juga Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 89/PMK.05/2012 Tentang Petunjuk Teknis Pemberian Gaji/Pensiun/Tunjangan Bulan Ketiga Belas Dalam Tahun Anggaran 2012 kepada Pegawai Negeri, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun/Tunjangan

Filenya bisa di download DISINI jika browser Anda error dapat Anda coba dengan Link Ini.


*cara download, tinggal tekan link, tunggu sebentar, terus langsung klik tombol "skip" di pojok kanan atas.

Gaji 13 2012, PMK Gaji 13 2012, Peraturan Gaji 13 2012.

SENJATA APIP Menghadapi Perubahan Paradigma Perannya


Untuk menghadapi perubahan peran dari pemeriksaan menjadi konsultasi dan penjaminan mutu, seorang Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) harus memiliki senjata, demikian penekanan Kaper BPKP Lampung, Deni Suardini, dalam sambutan pembukaan Diklat Sertifikasi JFA Pembentukan Auditor Ahli yang dilaksanakan Perwakilan BPKP Provinsi Lampung, Senin, 11 Juni 2012. Diklat ini antara lain untuk meningkatkan kompetensi APIP, dan mengasah senjatanya.

Dalam mendukung program pemerintah yang tercermin dalam penyelenggaraan kepemerintahan, pembangunan, dan pelayanan publik, peran APIP  ditekankan pada konsultasi dan penjaminan mutu. Peran konsultasi dilaksanakan melalui kegiatan bimbingan teknis dan asistensi, sedangkan penjaminan mutu diwujudkan dalam kegiatan monitoring, riviu, audit, dan evaluasi.

Perubahan peran tersebut mempengaruhi perubahan mindset dan cultureset serta metodologi APIP. Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu yang luas, keahlian yang mumpuni, dan integritas yang mulia. Kesemuanya itu merupakan senjata APIP dalam menghadapi tuntutan tugas, serta menghadapi perubahan paradigma. Yang antara lain meliputi penguasaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Pengelolaan Manajemen Risiko, Proses Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik. Pemahaman ketiga domain tersebut dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa pelaksanaan program pemerintah dapat berjalan secara efektif dan efisien; menjamin keandalan laporan keuangan pemerintah; pengelolaan aset secara tertib; kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; serta mengembangkan kemampuan deteksi dini (early warning) untuk mencegah terjadinya penyimpangan yang mengakibatkan timbulnya kerugian negara.

Beliau menegaskan bahwa kunci sukses merubah paradigma baru APIP adalah berlandaskan hati nurani (god spot) sebagai mahkota pengawasan.

Diklat yang diikuti oleh 33 peserta dari APIP Kabupaten/Kota se Provinsi Lampung tersebut, dihadiri oleh Kabag TU, Agus Purwoko selaku Ketua Penyelenggara, Kasubag Kepegawaian, Sugianto selaku Sekretaris Penyelenggara, dan beberapa pejabat struktural Perwakilan BPKP Lampung.

Sumber website BPKP

BPK Serahkan LHP Atas Laporan Keuangan Tahun 2011 Kemenhub


Selasa, 12 Juni 2012, Badan Pemeriksa Keuangan RI, menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kementerian Perhubungan Tahun 2011, di Kantor BPK RI, Jakarta. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) diserahkan oleh Ketua BPK, Hadi Poernomo, kepada Menteri Perhubungan, EE Mangindaan, didampingi oleh Anggota BPK, Moermahadi Soerja Djanegara.


BPK  memberikan  opini  Wajar Dengan Pengecualian atas Laporan Keuangan Kementerian Perhubungan Tahun 2011.  Dengan opini tersebut, BPK menilai Laporan Keuangan Kementerian Perhubungan Tahun 2011 telah menyajikan secara wajar semua hal yang material, posisi keuangan Kementerian Perhubungan per tanggal 31 Desember 2011 dan realisasi anggaran yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecuali  dampak dari disajikannya kas pada Badan layanan Umum (BLU), Piutang Bukan Pajak, aset tetap konstruksi dalam pengerjaan berupa tanah dan hutang pada pihak ketiga. Menurut BPK, ada sedikit penurunan kualitas laporan keuangan Kementerian Perhubungan yang dihasilkan dibandingkan tahun lalu, hal ini dikaitkan dengan bertambahnya masalah pengecualian dari tahun sebelumnya  yang belum sepenuhnya dapat diselesaikan pada tahun 2011.


Selain menghasilkan opini atas kewajaran laporan keuangan, BPK juga menghasilkan laporan atas penelaahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan atas pengelolaan keuangan yang dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan.


BPK berharap pimpinan Kementerian Perhubungan untuk menyusun rencana aksi agar kelemahan-kelemahan yang ditemui dalam pemeriksaaan laporan keuangan dapat segera diperbaiki dan dibenahi pada Laporan Keuangan Kementerian Perhubungan tahun berikutnya. Rencana aksi harus meliputi kegiatan yang akan dilaksanakan dan waktu yang akan ditargetkan untuk mencapai output dari kegiatan tersebut.


Sumber website BPK RI

Thursday, June 7, 2012

TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN ORGANISASI MASYARAKAT


TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN ORGANISASI MASYARAKAT
Oleh: Andi, S.E.

Beberapa waktu terakhir ini, media massa di Indonesia gemar mengabarkan berita terkait organisasi masyarakat yang sering disingkat dengan ormas. Kekerasan, premanisme, serta tuduhan sebagai tunggangan politik kelompok tertentu, kerap menjadi informasi yang dominan. Padahal, selain ormas-ormas yang memiliki citra buruk, banyak pula ormas yang beramal usaha membangun sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit. Bahkan sejarah telah mencatat, banyak ormas yang menjadi mesin-mesin pergerakan nasional, pra dan pasca kemerdekaan Republik kita.

Sebagai sebuah perserikatan, ormas berdiri atas prakarsa masyarakat dan bekerja untuk masyarakat. Tidak jarang dalam melaksanakan program-progamnya, ormas menghimpun dana masyarakat dan juga menerima bantuan dari pemerintah. Oleh sebab itu, sepatutnya ormas melaporkan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan, sebagai wujud transparansi dan akuntabilitas organisasi.

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 37 TAHUN 2010

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011


Peraturan Dalam Negeri (Permendagri) tentang pedoman penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) mungkin salah satu Permendagri yang lahir secara rutin.

Untuk kawan-kawan baik para Auditor maupun masyarakat umum lainnya yang ingin mendownload (format pdf hasil scan) silahkan download disini

OPTIMALISASI PAJAK DAERAH KOTA PALANGKA RAYA



Oleh: Andi


Berdasarkan data yang disajikan pada Laporan Keuangan Pemerintah Kota (Pemkot) Palangka Raya Tahun Anggaran (TA) 2009 yang telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) pada tahun 2010 (audited financial statement), diketahui bahwa realisasi pendapatan daerah yang berasal dari pajak daerah mencapai Rp10.116.829.715,00, atau sebesar 105,19% dari estimasi pajak daerah yang dianggarkan sebesar Rp9.617.483.000,00. Perolehan pajak daerah melampaui target yang ditetapkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) TA 2009 tersebut merupakan sebuah prestasi yang patut diapresiasi secara positif oleh para pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk warga masyarakat Kota Palangka Raya. Sebagai salah satu wujud apresiasi dan kecintaan pada kota yang berjuluk Kota Cantik ini, selayaknya kita mengajukan sebuah pertanyaan kritis yang membangun, apakah potensi pajak daerah telah digali dan dikelola secara optimal?

Pajak Daerah
Jembatan Kahayan - Palangka Raya (by:andidoank)
Bila merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU 28/2009), maka dapat diketahui perihal definisi pajak daerah. Pada pasal 1 angka 10, dinyatakan bahwa definisi pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini berbeda dengan retribusi daerah yang dibayar oleh pihak wajib retribusi setelah mendapatkan imbalan berupa jasa atau pemberian izin tertentu.

OPINI AUDIT BPK SEBAGAI INDIKATOR AKUNTABILITAS PEMERINTAH

Oleh: Andi
 A Financial statement audit is conducted to determine whether the financial statements (the information being verified) are stated in accordance with specified criteria (Arens, 2009). Alvin A. Arens bersama Randal J. Elder dan Mark S. Beasley, beserta kolega Indonesia mereka, Amir Abadi Jusuf, menyatakan bahwa audit atas laporan keuangan merupakan jasa profesional independen yang menitikberatkan pada apakah laporan keuangan atau informasi yang telah diverifikasi telah sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. Pada sebuah buku yang mereka tulis, Auditing and Assurance Services an Integrated Approach An Indonesian Approach, dinyatakan bahwa kriteria yang dimaksud tersebut adalah prinsip akuntansi yang diterima umum. Mengingat pada artikel ini, yang menjadi fokus adalah organisasi pemerintahan, maka prinsip akuntansi yang diterima umum tersebut merujuk pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 (UU 15/2004) tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara pada pasal 4 ayat 2 berbunyi “Pemeriksaan Keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan”. Pemeriksaan Keuangan yang dimaksud adalah pemeriksaan yang dilaksanakan oleh, untuk dan atas nama Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dalam rangka memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, yang turut meliputi pendapatan dan belanja pemerintah pusat maupun daerah. Nantinya, pada laporan hasil pemeriksaan keuangan akan dimuat opini atas laporan keuangan tersebut. Opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Pada penjelasan pasal 16 UU 15/2004 juga dijelaskan bahwa, opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada kriteria. Kriteria yang dimaksud adalah kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.

Opini Audit
Pada buku-buku teori auditing yang dapat dengan mudah ditemukan pada fakultas ekonomi, kita mengetahui bahwa pengelompokkan opini yang berlaku secara umum (baik di sektor privat maupun publik) dapat dibagi dalam 4 jenis, yaitu: Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion), Tidak Wajar (Adverse Opinion), dan Menolak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion). Secara tersirat urut-urutan pada klasifikasi opini di atas dapat menjadi refleksi stratafikasi kualitas kewajaran atas laporan keuangan. Hal ini senada dengan penjelasan pasal 16 UU 15/2004, terdapat 4 jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa, sama seperti di atas. Namun, di beberapa buku referensi, seperti Auditing Jilid I karya Dan M. Guy, Alderman, dan Winters, terdapat 1 jenis opini tambahan yaitu opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa (Paragraf) Penjelasan (Unqualified Opinion Report with Explanatory Language). Penempatan urutan opini tambahan ini disisipkan di antara opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan opini Wajar Dengan Pengecualian.

Opini merupakan keluaran dari sebuah proses pemeriksaan laporan keuangan. Opini oleh auditor independen digunakan oleh para pemanggu kepentingan (stakeholders) untuk mendapatkan tingkat kepercayaan atas sebuah laporan keuangan yang disajikan. Opini dengan kualitas keyakinan tertinggi tentunya akan meningkatkan kepercayaan para pemanggu kepentingan atas informasi yang terdapat pada laporan keuangan tersebut. Dalam konteks pemerintahan, opini yang diberikan atas laporan keuangan pemerintah (pusat dan daerah) akan mempengaruhi kepercayaan anggota dewan perwakilan, warga di lingkungan pendidikan, praktisi berbagai bidang profesi, maupun masyarakat secara umum, atas kewajaran informasi yang disajikan pada laporan keuangan pemerintah tersebut.

Akuntabilitas Pemerintah
Pada masa-masa awal reformasi, Pemerintah Republik Indonesia bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melahirkan sebuah undang-undang yang menjadi salah satu tonggak reformasi tata kelola pemerintahan, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 (UU 28/1999) tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Penyelenggara Negara yang bersih merupakan penyelenggara negara yang menaati asas-asas umum dalam penyelenggaraan negara sehingga bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya. UU 28/1999 yang disahkan oleh Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie pada tanggal 19 Mei 1999 tersebut, juga merinci asas-asas umum yang dimaksud pada pasal 1 ayat 2. Asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas,  dan asas akuntabilitas. Keseluruhan asas tersebut tentunya memiliki porsi dan andil masing-masing dalam membentuk penyelenggaran negara yang bersih, termasuk asas yang disebut terakhir, asas akuntabilitas.

Pada penjelasan undang-undang tersebut, asas akuntabilitas didefinisikan sebagai asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah baik pusat maupun daerah wajib mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan penyelenggaraan negara, termasuk kegiatan-kegiatan yang terkait pengelolaan keuangan negara/daerah.

Sebagai wujud pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan keuangan pemerintah, penting bagi pimpinan organinasi (entitas) pemerintah untuk membuat laporan keuangan pemerintah. Sehingga, Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota, sebagaimana pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,  diamanatkan untuk menyampaikan rancangan undang-undang/peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kepada DPR/DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK RI, selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Opini Sebagai Indikator Akuntabilitas
Dewan perwakilan maupun masyarakat tentu memerlukan keyakinan atas laporan keuangan yang disajikan pemerintah. Para pemangku kepentingan tersebut memerlukan pendapat dari orang/lembaga yang berkompeten untuk menguji kewajaran atas laporan keuangan yang disajikan oleh pemerintah. Sehingga, keyakinan atas laporan keuangan tersebut dapat diperoleh. Oleh karena itu, kebutuhan atas aktivitas audit terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh pemerintah menjadi sebuah keniscayaan. BPK RI sebagai satu-satu instansi pemeriksa ektern pemerintah, bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Melalui sebuah mekanisme yang bernama pemeriksaan keuangan, BPK RI memberikan sebuah hasil audit/atestasi berwujud opini.

Opini terbagi dalam beberapa jenis seperti yang dijelaskan pada awal-awal tulisan ini. Opini BPK RI sejatinya dapat menjadi tolak ukur (indikator) untuk menilai akuntabilitas sebuah entitas pemerintah. Opini BPK RI, baik dari sisi akademis dan aplikasi di lapangan, dapat menaikkan atau menurunkan tingkat kepercayaan pemangku kepentingan atas pelaporan yang disajikan oleh pihak yang diaudit (auditan/auditee), dalam hal ini entitas pemerintah. Opini yang menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah adalah wajar tanpa pengecualian, maka pemanggu kepentingan akan memperoleh tingkat keyakinan yang lebih tinggi untuk mempercayai informasi yang tercantum dalam laporan tersebut. Daripada, terhadap laporan keuangan pemerintah yang diberikan opini tidak wajar. Kepercayaan pemanggu kepentingan menjadi sangat berkurang atau bahkan hilang terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh pihak yang diaudit tersebut.
Berdasarkan data Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS) 2010 yang dirilis pada website resmi BPK RI (http://www.bpk.go.id), diketahui bahwa opini yang diberikan kepada BPK RI kepada 14 (empat belas) entitas pelaporan pemerintah daerah di lingkungan Kalimantan Tengah untuk Tahun Anggaran 2009 didominasi oleh opini ‘tidak wajar’. Setidaknya terdapat 12 (dua belas) laporan keuangan entitas pelaporan pemerintah daerah dinyatakan opini ‘tidak wajar’. Kondisi ini menggambarkan bahwa pemangku kepentingan di Kalimantan Tengah mengalami kesulitan yang tinggi untuk meyakini kewajaran atas 85,71% entitas pelaporan pemerintah daerah. Kepercayaan anggota dewan dan masyarakat sebagai pemangku kepentingan akan relatif berkurang terhadap entitas-entitas pelaporan yang mendapat opini ‘tidak wajar’ oleh BPK RI. Kondisi di atas akan berbanding lurus terhadap akuntabilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah tersebut. Menurunnya kualitas akuntabilitas yang dimiliki oleh sebuah entitas pemerintah dikhawatirkan akan menghambat terwujudnya penyelenggaran negara yang bersih sebagaimana yang diharapkan oleh UU 28/1999.

Sebagai salah satu pemangku kepentingan, yaitu sebagai warga yang berdomisili di Kalimantan Tengah, tentunya sangat berharap entitas-entitas pemerintah daerah dapat melakukan aksi-aksi dalam upaya memperbaiki pengelolaan keuangan pemerintah daerah, baik dari segi sistem maupun personil yang dilibatkan. Sehingga, diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah daerah tersebut dan mendapatkan opini yang lebih baik dari tahun anggaran sebelumnya. Sehingga, akuntabilitas pemerintah daerah tersebut meningkat seiring perbaikan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah. Mungkin ada baiknya, entitas-entitas pelaporan pemerintah daerah di Kalimantan Tengah belajar kepada Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Katingan yang di tahun itu, mendapat opini ‘wajar dengan pengecualian’.

Artikel ini adalah pendapat pribadi bukan mewakili pendapat instansi

Diatas merupakan artikel saya yang dimuat di rubrik opini Kalteng Pos tanggal 15 Mei 2011
Kliping koran dapat diunduh disini.

:: akuntansi pemerintah akuntansi pemerintahan akuntansi pemerintah indonesia ::