Sunday, September 22, 2013

Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 12

Menipisnya sekat antar negara akibat dari globalisasi perekonomian dunia menyebabkan pemerintah di negara manapun tidak dapat menghindari penggunaan lebih dari satu mata uang dalam transaksi keuangannya. Pemerintah dihadapkan pada peristiwa yang membutuhkan transaksi dalam mata uang asing, misalnya pada saat pemerintah harus membayar tagihan pihak ketiga atau menerima pinjaman dan/atau hibah dari negara/lembaga donor asing dalam mata uang selain Rupiah atau pelaksanaan tugas  satuan kerja (satker) Perwakilan RI dan Satuan Kerja Atase Teknis (Atnis) di luar negeri  yang melakukan transaksi dengan menggunakan mata uang setempat.

Perlakuan akuntansi atas transaksi dalam mata uang asing pada akuntansi  pemerintahan di Indonesia perlu dibuatkan penjelasan teknis secara khusus atas pengaturan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP). Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2011 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), khususnya di dalam  penerapan Basis Kas Menuju Akrual (Lampiran II), perlakuan akuntansi atas mata uang asing tersebar di kerangka konseptual dan beberapa PSAP, yaitu:
  • Kerangka Konseptual Paragraf 91, mengatur bahwa pengukuran pos-pos laporan  keuangan menggunakan mata uang Rupiah. Transaksi yang menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih dahulu dan dinyatakan dalam mata uang Rupiah.

Liputan Sosialisasi Interpretasi PSAP No. 02, Interpretasi PSAP No. 03, Buletin Teknis SAP No. 11, dan Buletin Teknis SAP No. 12

Jakarta, ksap.org – Salah satu perubahan mendasar dalam pengelolaan keuangan pemerintah adalah adanya kewajiban pemerintah untuk menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK dan disusun serta disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, SAP disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) yang independen. Sejak dibentuk, KSAP telah bekerja secara efektif dan memberikan output yang signifikan. Selain PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), sampai dengan akhir tahun 2012, KSAP telah menerbitkan 3 (tiga) Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (IPSAP) dan 12 Buletin Teknis (Bultek) SAP Berbasis Kas Menuju Akrual.
Dalam rangka memberikan penjelasan/pemahaman kepada para stakeholders terkait dengan IPSAP dan Bultek SAP terbaru yang telah diterbitkan oleh KSAP, pada tanggal 13 Desember 2012 bertempat di Hotel Alila Jakarta, KSAP menyelenggarakan sosialisasi IPSAP No. 02 tentang Pengakuan Pendapatan yang Diterima Pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah,  IPSAP No. 03 tentang Pengakuan Penerimaan Pembiayaan yang Diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah dan Pengeluaran Pembiayaan yang Dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah,  Bultek SAP No. 11 tentang Akuntansi Aset Tidak Berwujud, dan Bultek SAP No. 12  tentang Akuntansi Transaksi Dalam Mata Uang Asing. Kegiatan sosialisasi ini diikuti oleh para Kepala Biro Keuangan dan Biro Umum Kementerian Negara/Lembaga, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah, para akademisi, dan undangan lainnya dengan jumlah sekitar 250 peserta.
Acara sosialisasi yang berlangsung selama setengah hari tersebut dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Ketua Komite Konsultatif KSAP yang diwakili oleh Ketua Komite Kerja KSAP, Binsar H. Simanjuntak. Dalam sambutannya, Ketua Komite Kerja KSAP menekankan pentingnya IPSAP dan Bultek SAP dalam peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah. Dari sisi Pemerintah Pusat, kualitas LKPP semakin membaik dari tahun ke tahun dan salah satu tonggak keberhasilan LKPP adalah pencapaian opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) di tahun 2009, 2010 dan 2011 setelah tahun-tahun sebelumnya selalu memperoleh opini Disclaimer. Peningkatankualitas juga ditunjukkan oleh LKKL, dimana pada tahun 2011 persentase LKKL yang mendapatkan opini WTP adalah sekitar 79,8% (67 dari 84 LKKL). Pada pemerintah daerah juga terjadi peningkatan jumlah LKPD yang memperoleh opini WTP walaupun peningkatan tersebut tidak secepat yang terjadi pada Pemerintah Pusat.