Tuesday, December 19, 2017

BUKU SAKU DANA DESA


Undang-Undang Desa telah menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desa diberikan kewenangan dan sumber dana yang memadai agar dapat mengelola potensi yang dimilikinya guna meningkatkan ekonomi dan kesejahtaraan masyarakat. Setiap tahun Pemerintah Pusat telah menganggarkan Dana Desa yang cukup besar untuk diberikan kepada Desa. Pada tahun 2015, Dana Desa dianggarkan sebesar Rp20,7 triliun, dengan rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi sebesar Rp280 juta. Pada tahun 2016, Dana Desa meningkat menjadi Rp46,98 triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp628 juta dan di tahun 2017 kembali meningkat menjadi Rp 60 Triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp800 juta.

Berdasarkan hasil evaluasi tiga tahun pelaksanaannya, Dana Desa terbukti telah menghasilkan sarana/prasarana yang bermanfaat bagi masyarakat, antara lain berupa terbangunnya lebih dari 95,2 ribu kilometer jalan desa; 914 ribu meter jembatan; 22.616 unit sambungan air bersih; 2.201 unit tambatan perahu; 14.957 unit PAUD; 4.004 unit Polindes; 19.485 unit sumur; 3.106 pasar desa; 103.405 unit drainase dan irigasi; 10.964 unit Posyandu; dan 1.338 unit embung dalam periode 2015-2016.

Selain itu, desa juga punya kesempatan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat, melalui pelatihan dan pemasaran kerajinan masyarakat, pengembangan usaha peternakan dan perikanan, dan pengembangan kawasan wisata melalui BUMDes (badan usaha milik desa). Kunci sukses untuk mensejahterakan masyarakat dalam membangun desa adalah kuatnya sentuhan inisiasi, inovasi, kreasi dan kerjasama antara aparat desa dengan masyarakat dalam mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama. Pembangunan desa tidak mungkin bisa dilakukan aparat desa sendiri, tapi butuh dukungan, prakarsa, dan peran aktif dari masyarakat.

Hasil evaluasi penggunaan Dana Desa selama dua tahun terakhir juga menunjukkan bahwa Dana Desa telah berhasil meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa yang ditunjukkan, antara lain dengan menurunnya rasio ketimpangan perdesaan dari 0,34 pada tahun 2014 menjadi 0,32 di tahun 2017. Menurunnya jumlah penduduk miskin perdesaan dari 17,7 juta tahun 2014 menjadi 17,1 juta tahun 2017 dan, adanya penurunan persentase penduduk miskin perdesaan dari 14,09% pada tahun 2015 menjadi 13,93% di tahun 2017. Pencapaian ini akan dapat ditingkatkan lagi di tahun-tahun mendatang dengan pengelolaan Dana Desa yang baik.

Hal yang penting yang dapat diterapkan dalam pengelolaan Dana Desa dengan melibatkan masyarakat adalah perlunya melakukan kegiatan dengan pola swakelola, menggunakan tenaga kerja setempat, dan memanfaatkan bahan baku lokal yang ada di desa. Dengan pola swakelola, berarti diupayakan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan secara mandiri oleh Desa, sehingga uang yang digunakan untuk pembangunan tersebut tidak akan mengalir keluar desa. Dengan menggunakan tenaga kerja setempat, diharapkan pelaksanaan kegiatan tersebut bisa menyerap tenaga kerja dan memberikan pendapatan bagi mereka yang bekerja. Sementara penggunaan bahan baku lokal diharapkan akan memberikan penghasilan kepada masyarakat yang memiliki bahan baku tersebut.

Pencapaian Dana Desa selama ini masih memerlukan penyempurnaan. Tugas kita untuk merencanakan, mengelola, dan mengawal Dana Desa ke depan akan semakin berat. Pemerintah senantiasa berupaya agar Dana Desa bisa semakin berpihak pada masyarakat miskin. Selain itu, regulasi yang disusun pun menghasilkan sistem pengelolaan Dana Desa yang efektif, efisien, dan akuntabel, sehingga tujuan Pemerintah melalui pengalokasian Dana Desa dapat terwujud. Untuk itu, diperlukan penguatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia, baik aparatur pemerintah desa, masyarakat, maupun tenaga pendampingan desa serta perbaikan transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan dalam pengelolaan Dana Desa dan keuangan desa.

Dalam pelaksanaan UU Desa, berbagai regulasi turunan undang-undang telah diterbitkan untuk mengatur berbagai hal agar pembangunan desa dapat berjalan sebagaimana amanat Undang-Undang Desa. Regulasi tersebut tertuang di dalam berbagai tingkatan, dimulai dari peraturan pemerintah, peraturan menteri terkait (Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Menteri Dalam Negeri, dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi), hingga peraturan pelengkap yang diterbitkan oleh daerah. Agar berbagai peraturan pelaksanaan UU Desa tersebut dapat diimplementasikan dengan baik, maka perlu dilakukan penyelarasan dalam penyusunan kebijakan di masing-masing kementerian, yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas pemanfaatan Dana Desa. Untuk itu, Pemerintah merancang Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Rancangan SKB 4 Menteri tersebut antara lain memuat penguatan peran dan sinergi antarkementerian dalam perencanaan, penganggaran, pengalokasian, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, penguatan supervisi kepada pemda kabupaten/kota, dan desa.


Selanjutnya, untuk mengetahui implementasi regulasi Dana Desa secara consize namun komprehensif, perlu disusun Buku Saku Dana Desa dengan tema “Dana Desa untuk Kesejahteraan Masyarakat: Menciptakan Lapangan Kerja, Mengatasi Kesenjangan, dan Mengentaskan Kemiskinan“. Buku saku ini diharapkan dapat menjadi pegangan dan pedoman bagi berbagai stakeholder, baik bagi kepala desa dan aparaturnya, eksekutif di Daerah dan Pusat, anggota Legislatif maupun masyarakat.

Jakarta,   November  2017
Menteri Keuangan

Sri Mulyani Indrawati

Friday, November 24, 2017

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 108 Tahun 2016 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Daerah


Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 108 Tahun 2016 tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Daerah (BMD), ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 27 Desember 2016 oleh Menter Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.

Pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini, maka pengaturan penggolongan dan kodefikasi barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 512 ayat (2) Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan BMD dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

Penggolongan dan kodefikasi barang milik daerah dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Permendagri ini diundangkan. 


Silahkan Download Permendagri Nomor 108 Tahun 2016 tentang Penggolongan dan Kodefikasi BMD.
Silahkan Download Lampiran Permendagri Nomor 108 Tahun 2016 tentang Penggolongan dan Kodefikasi BMD.

Tuesday, September 19, 2017

Standar Akuntansi Pemerintahan Desa: Perkembangan dan Signifikasinya





www.ksap.org [jakarta]. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa diselenggarakan berdasarkan asas akuntabilitas. Asas akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan desa termasuk dalam pengelolaan keuangan desa. Keuangan Desa yang merupakan semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa, dikelola dengan transparan dan bertanggung jawab.


Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan dengan memberikan pedoman dan standar pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Dalam rangka Penyelenggaraan Pemerintahan Desa khususnya dalam pengelolaan keuangan Desa yang transparan dan bertanggung jawab, diperlukan pengaturan mengenai pertanggungjawaban keuangan Desa.


Pertanggungjawaban Pelaksanaan Keuangan Desa diwujudkan dalam Laporan Keuangan Pemerintahan Desa. Untuk mewujudkan pertanggungjawaban keuangan Desa yang memadai, Laporan Keuangan Pemerintahan Desa disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan Desa (SAPDesa).


Latar Belakang dan Tujuan SAPDesa

SAPDesa tersebut disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan. Penyusunan SAPDesa dilakukan oleh KSAP melalui proses baku penyusunan (due process). Proses baku penyusunan SAP  tersebut merupakan pertanggungjawaban profesional KSAP.


Proses baku penyusunan SAPDesa oleh KSAP
Penyusunan SAPDesa dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan akuntabilitas dan transparansi keuangan desa yang saat ini menjadi signifikan setelah adanya dana desa. Kebutuhan inilah yang ditangkap pada Rapat Pleno KSAP dengan Komite Konsultatif Standar Akuntansi Pemerintahan. Setelah melalui High Level Meeting lintas kementerian, sebagai tindak lanjut Rapat dengan Komite Konsultatif, KSAP sebagai standard setter dipercaya untuk mengemban amanah sebagi penyusun SAPDesa.


Mengingat kebutuhan yang sangat mendesak, KSAP tidak berlambat-lambat dan segera mulai menyusun SAPDesa. Segala persiapan dilakukan oleh KSAP secara maraton. Penyiapan kajian pendahuluan, kajian dasar hukum, penyusunan draf kasar dan pembahasan-pembahasan intern KSAP dilakukan dalam tahapan penyiapan konsep publikasian SAPDesa. Limited Hearing dan Publick Hearing dilakukan dalam rangka mendapat masukan dari para pemangku kepentingan.

Hasilnya terbitlah Keppres 20 tahun 2017 yang mengamanatkan penyusunan SAPDesa dalam program legislasi nasional tahun 2017; Keppres perluasan kewenangan KSAP dalam menyusunan SAPDesa juga dalam proses; Penunjukan Tim Panitia Antar kementerian sebagai penyusun RPP tantang SAPDesa; dan terkait substansi, Menteri Keuangan meminta Pertimbangan BPK RI atas Draf SAPDesa yang telah dirampungkan oleh KSAP.




Pembahasan demi pembahasan telah dilakukan oleh BPK dan KSAP untuk memfinalkan isi dari SAPDesa. Kerangka konseptual, paragraf demi paragraf sampai dengan ilustrasi format Laporan Keuangan dan Catatan atas Laporan Keuangan menjadi topik utama yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Dan sampailah pada pertemuan tanggal 6 September 2017 yang dilaksanakan di Ruang Rapat KSAP telah dihasilkan kesepakatan Final atas isi dari SAPDesa.


Selanjutnya Draf SAPDesa tersebut akan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah yang sedang dalam pembahasan Tim PAK Penyusun RPP SAPDesa. Harapan kedepan, semoga dengan adanya SAPDesa ini dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan desa yang sejalan dengan tingkat kepercayaan para pemangku kepentingan khususnya masyarakat desa itu sendiri, untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat desa di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia. (zulf).
 

Tuesday, September 12, 2017

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2018



Pada tanggal 8 Juni 2017, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2018

 
Sebagaimana permendagri pedoman APBD TA 2017, Permendagri ini mengatur beberapa pokok, meliputi:

  1. sinkronisasi kebijakan Pemerintah Daerah dengan kebijakan pemerintah;
  2. prinsip penyusunan APBD;
  3. kebijakan penyusunan APBD;
  4. teknis penyusunan APBD; dan
  5. hal khusus lainnya  
Permendagri Nomor 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan APBD TA 2018 dan Lampiran (unduh disini)

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN NEGARA/DAERAH TERHADAP PEGAWAI NEGERI BUKAN BENDAHARA ATAU PEJABAT LAIN



Pada tanggal 12 Oktober 2016, Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo, menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2016 tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain.
PP ini mengatur tata cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah atas uang, surat berharga, dan/atau barang milik negara/daerah yang berada dalam penguasaan:
  1. Pegawai Negeri Bukan Bendahara; atau
  2. Pejabat Lain:

  • pejabat negara; dan
  • pejabat penyelenggara pemerintahan yang tidak berstatus pejabat negara, tidak termasuk bendahara dan Pegawai Negeri Bukan Bendahara.
Tuntutan Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud berlaku pula terhadap uang dan/atau barang bukan milik negara/daerah yang berada dalam penguasaan Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.

Pada saat PP ini mulai berlaku:
  1. Putusan pengenaan Tuntutan Ganti Kerugian  Negara/Daerah kepada Pihak yang Merugikan yang telah diterbitkan sebelum PP ini berlaku, dinyatakan masih tetap berlaku;
  2. Tuntutan Ganti Kerugian yang sedang dilaksanakan terhadap Pihak yang Merugikan sebelum berlakunya PP ini tunduk pada Peraturan Perundang-undangan yang sebelumnya; 
  3. Kerugian Negara/Daerah yang terjadi sebelum berlakunya PP ini dan belum dilakukan Tuntutan Ganti Kerugian, berlaku ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan mengenai Tuntutan Ganti Kerugian terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam PP ini. PP ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

PP 38 Tahun 2016 Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah Terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain (Unduh Disini)