Sunday, July 1, 2012

Pengalaman Saya Mengurus Sertfikat Hak Milik Tanah Ayah di Medan

Sekedar berbagi pengalaman, pada awal Tahun 2012 ini saya baru saja 'berhasil' mengurus sertifikat rumah orang tua yang sebelum hanya 'akta jual beli' bawah tangan atau onder de hand.
Awal mula saya mengurus sertifikat ini sebenarnya sejak awal tahun 2010, jadi kalau dihitung-hitung, sertifikat ini selesai kurang lebih 2 tahun. Namun, jangan negative thingking dulu dengan pihak penerbit sertifikat tersebut a.k.a BPN, lamanya pengurusan tersebut karena beberapa proses sering tertunda karena harus menunggu saya pulang dari tugas di Palangka Raya.

Ok, back to the point, dalam proses yang saya lalui, mulai dari meminta semacam surat "pernyataan" dari Lurah bahwa benar kami (ayah dan keluarga) telah mendiami lokasi rumah sejak tahun 1992, kemudian mengajukan formulir untuk pengurusan yang dilampiri dengan copy "akta jual beli bawah tangan" yang telah dilegalisir oleh notaris. Selanjutnya, kita harus bayar sejumlah rupiah ke Bendahara Penerimaan disana, ada bukti penerimaannya, gak pungutan liar (pungli) kok. (Kalo yang pake calo gak tau ya...).

Kemudian setelah menjalani proses pengajuan, pihak BPN bakalan datang ke rumah untuk melakukan pengecekan keberadaan dan luas tanah serta bangunan. Kemudian, output dari kegiatan itu adalah gambar atas objek tanah bangunan yang diurus.

Setelah itu, gambar tadi akan dicek lagi oleh pihak BPN dan kesesuaiannya dengan dokumen-dokumen pendukung yang ada (prosesnya panjang banget gan....hehehe...sabar, maklum ini konsekuensi gak pake calo, alisan ngurus dewe).



Kalo udah Ok, maka kita akan masuk fase yang namanya PENGUMUMAN. Pengumuman atas pengajuan hak (sertifikat) kita, mana tau ada orang yang keberatan, gitu kata orang BPN, emang prosedurnya begitu sih. Nah, saran saya carilah agen iklan atas surat kabar lokal atau regional (gak usah nasional, karena tarifnya mahal). Dan sekedar tips, kalo mau gampang ada tuh orang yang berkeliaran di sekitar kantor yang bisa ngurusin pasang iklan, hehehe (tetep aja ada 'calo' coy!). Tapi kita harus bayar semua didepan, beberapa ratusribu, maklum namanya juga SUMUT. SemUa Mesti Uang Tunai. Cash, and next, iklan muncul dengan waktu singkat.

Selanjutnya kita ngapain? Menunggu. Gak ada yang bisa lakukan selain menunggu 1 bulan sejak tanggal iklan  pemberitahuan akan pengajuan hak kepemilikan tersebut dan berharap gak ada orang iseng yang menuntut pengajuan hak tanah ayah tersebut.

Setelah itu, sering-seringlah maen ke BPN, cek apakah konsep SK BPN itu udah muncul...maksudnya udah diurus sama Bapak Ibu disana.

Selanjutnya, adalah urusan duit. Nah, disinilah saya mulai merasakan dampak langsung dari kemunculan Undang-Undang Pajak Daerah yang Baru, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Yaitu saya harus membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah ke Kas Daerah Pemko Medan bukan Kas Negara sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Hal ini mengingat setelah Pemerintah Kota Medan (tentunya bersama-sama dengan DPRD Kota Medan) telah menerbitkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor : 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan pada awal tahun 2011.

Setelah saya cari informasi lagi, ternyata pada tahun yang sama, Pemko Medan juga sudah menetapkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jadi bayar PBB gak ke Kas Negara, tapi Kas Daerah Kota Medan, biasanya via Bank Sumut.

Kembali lagi tentang pengurusan Sertfikat Hak Milik tanah ayah saya, setelah saya membayar kewajiban pajak (yang kini menjadi pajak daerah) ke Kas Daerah Pemko Medan, saya diperintahkan mengisi formulir dan semua dokumen asli akta jual beli beserta dokumennya lagi. Tidak seperti pada tahap awal pengajuan yang hanya meminta fotokopi yang di legalisir, sekarang, semua yang ASLI diminta. Termasuk koran dimana iklan pengumuman pengajuan Hak Milik ditayangkan. Oleh karena itu, jangan lupa untuk mengarsip semua dokumen, kalau gak pengurusan akan gagal. Sia-Sia.

Karena berdasarkan pengalaman, koran yang seharusnya saya simpan baik, tidak kami temukan. Untuk teman yang menjadi 'calo iklan' itu menyimpannya. Hahaha! Ternyata saya gak menggunakan jasa calo iklan aja, tapi juga jasa arsip iklan. Hehehe. Don't put your egg in a basket. Kata orang manajemen gitu. Tapi kayaknya gak relevan ya? :D

And for the end. Menunggun sekitar 2 minggu, maen-maen lagi ke BPN. Eh, udah bisa diambil deh.

Kayaknya prosesnya ribet, tapi kalo mau dijalani dengan sabar, insyaAllah selesai juga.
Dan sekarang rumah Ayah yang sudah hampir 20 Tahun kini tak menjadi Tanah Siri. Alias Tanah di bawah Tangan lagi, hehehe.Oia, waktu yang dibutuhkan dari satu tahapan ke tahapan lain cukup lama dan betul-betul gak bisa diperhitungkan. Jadi kalau kita ngurus sendiri emang ya agak gimana gitu la. :D. Agak susah memperhitungkan kapan bisa selesai.
Mungkin ini bisa jadi input buat kawan2x di BPN untuk segera bikin SOP. Bukan SOP Buntut atau SOP ayam, tapi Standar Operasional Prosedur. Supaya pelayanan publik bisa terukur dan terstandar dengan baik. Otomatis pelayan publik membaik. Terus, kalau udah punya SOP ya dimakan, eh, maksudnya dilaksanakan. Gitu Loh Gan. :D

Sekian dulu, mudah2xan kritik dan saran buat BPN jadi masukan positif untuk pelayan publik di Indonesia. Dan bagi masyarakat jangan suka pake Calo, tapi kalau gak sempet ya mau gimana juga. Hahaha.
No offense Mas bro Mbak Sis! :D

7 comments:

  1. Kalau habis beli tanah trus surat nya kayanya baru akte jual beli (maklum ortu yg urus,Males urus beginian.sekarang perlu) prosesny akan pnjg ky gitu g?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menurut pengalaman saya emang harus begitu mbak Citrani Prihayyu...
      apalagi akte jual beli tidak didepan notaris...
      atau bawah tangan kayak punya ayahku..

      tp, mendingan coba aja datang ke BPN dimana tanah itu berada (BPN kota atau BPN Kabupaten, jangan Kantor Wilayah BPN, karena gak melayani proses pembuatan sertifikat)

      kurang lebih begitu, thanx

      Delete
  2. ibu saya oleh pegawai kelurahannya diminta 1,5 juta pdhal ngurus sendiri bukan pake calo ,ibu minta kwitansi ditolak pegawai itu,keliatan kalo itu pungli. Sekarang lg ngurus di BPN Semarang

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalo ke kelurahan berarti beliau ngurus Surat Keterangan Tanah (SKT) bukan Sertifikat Hak Milik (SHM), ngurus ke BPN merupakan langkah yg tepat...

      saya dulu juga pernah punya pengalaman seperti ibu Anda :D
      hehehe

      Delete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. Mas Broo sekarang masih tinggal di Palangka Raya gak ? Biasanya habis berapa untuk ngurus sertifikat ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. mas mas bro, saya udah pindah ke medan.
      maaf juga baru bisa balas komen sekarang.

      Delete

:: akuntansi pemerintah akuntansi pemerintahan akuntansi pemerintah indonesia ::
komentar, saran, dan kritik sangat diharapkan untuk menambah kualitas