Oleh: Andi, S.E.
Suatu ketika,
Umar r.a. dan para sahabat sedang duduk di sisi Rasulullah SAW,
tiba-tiba datanglah seorang laki-laki. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi SAW,
seraya berkata: "Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?", maka
Rasulullah bersabda "Islam adalah engkau bersaksi tidak ada ilah (yang disembah) selain Allah, dan
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan
zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan pergi haji jika mampu"
Kemudian
laki-laki asing itu berkata "Anda benar!" Umar r.a. dan para
sahabat semua heran. Laki-laki asing itu yang bertanya, namun ia pula yang membenarkan.
Kemudian,
laki-laki itu bertanya tentang ‘Iman’, tentang ‘Ihsan’ dan tentang ‘Hari Akhir’,
lantas Rasulullah menjawab masing-masing
pertanyaan, lalu laki-laki itu membenarkan pula masing-masing jawaban.
Setelah itu,
orang tersebut pergi dan berlalu. Umar masih diam. Lalu Rasulullah bertanya
pada Umar "Tahukah engkau siapa yang tadi bertanya?" Umar menjawab
"Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui". Lantas Nabi bersabda
"Dia adalah Jibril yang datang pada kalian (bermaksud) mengajarkan agama
kalian"
Zakat: Aktivitas privat dan publik
Zakat
sejatinya merupakan salah satu bentuk ibadah seorang hamba kepada Tuhan-nya.
Sebagaimana riwayat dari Imam Muslim diatas, yang dicuplik dari Kitab Hadist Arba’in, karya
Imam Nawawi. Dalam “Hadits Jibril” tersebut, telah jelas bahwa
zakat merupakan satu dari lima rukun Islam.
Selain itu, di dalam Al-Quran surat Al-Mu’minuun ayat 4, juga dinyatakan bahwa
salah satu ciri orang beriman yang beruntung adalah yang menunaikan zakat.
Referensi keagamaan tersebut, menegaskan bahwa realisasi pembayaran zakat
bermotif pada alasan yang sangat privat, yaitu melaksanakan perintah agama.
Sebuah area yang diatur dan dijamin kebebasannya oleh konstitusi Indonesia.
Disaat Nabi
Muhammad SAW mendirikan sebuah pemerintahan yang
berpusat di Madinah, maka pengelolaan keuangan negara yang baik menjadi sebuah kebutuhan. Zakat pun
kemudian menjadi salah satu sumber pendapatan negara dalam menjalankan fungsi
sosialnya. Bahkan, dalam sebuah artikel
karya Ugi Suharto, “Zakat Sebagai Lembaga Keuangan Publik Khusus: Refleksi
Kitab al Amwal Karya Abu Ubaid (W 838 M)”, dinyatakan bahwa Kitab al-Amwal
membuktikan bahwa Rasulullah SAW pada masanya, telah membuat peraturan yang sangat
terperinci tentang zakat. Bahkan, dengan dokumentasi dan pencatatan yang memadai.
Fakta ini menghapus keraguan yang diutarakan para orientalis seperti Schacht,
mengenai “ketidakjelasan” zakat selama masa Rasulullah.
Dalam
konteks tersebut, zakat membuktikan dirinya sebagai sebuah aktivitas yang juga masuk
ke ranah publik. Zakat dengan segala aspek keagamaan yang melekat padanya,
tidak bisa dipungkiri, bahwa zakat turut serta dalam kegiataan sosial, yang
bersinggungan dengan aktivitas publik.
Zakat: Dalam Tinjauan Formal
Secara formal, zakat tidak masuk
dalam ruang lingkup keuangan negara di Republik Indonesia. Hal ini merujuk pada
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UUKN) pasal 1 dan
pasal 2, dimana zakat tidak tercantum dalam 9 ruang yang menjadi lingkup
keuangan negara. Tidak seperti pada zaman Nabi, Khulafa Rasyidin dan
penerusnya, Keuangan Negara Republik Indonesia tidak menempatkan zakat, sebagai
salah satu sumber pendapatan yang digunakan untuk membiayai aktivitas publik.
Bercermin pada pasal-pasal UUKN tersebut, zakat seolah-olah kembali dari area
publik ke zona privat.