Sederhana saja.
Logika 1
Disaat harga BBM naik, maka harga barang dan jasa lain pun naik.
Karena BBM digunakan, hampir seluruh proses produksi barang maupun jasa.
Contoh: Mak Lampir jualan lontong seporsi Rp3.000. Karena harga BBM naik, maka Mak Lampir menaikkan harga menjadi Rp3.300. Loh kok bisa yang naik kan harga BBM, kok lontong ikut2an naik?
Lontong <<< Beras <<<Dari Kampung ke Kota diangkut pake mobil <<<mobil pake Bensin
Harga Bensin Naik>>biaya angkut naik>>Beras naik>>lontong naik.
Karena subsidi berkurang maka harga lontong naik. Kurang lebih begitu.
Logika 2
Harga Bensin yang sebenarnya= Rp6.000
Supaya gak mahal, Pemerintah mentraktir kita seribu (Rp1.000)
Harga Bensin di pasar jadi=Rp5.000.
Baik banget kan Pemerintah kita?
Contoh: Setiap hari SPBU Cibi-Cibi menjual (misalkan) 1.000.000 liter hari.
Kelompok miskin yg gak punya mobil, tp punya motor bekas, bisa membeli bensin 1.000 liter
Kelas Menengah yg punya mobil murah dan/atau pake motor, beli bensin 9.000 liter
Sisanya dibeli sama orang kaya yang punya mobil oke punya, dengan cc besar, mereka beli 990.000 liter per hari.
jadi Pemerintah harus mentrakir orang yang sudah kaya raya sebesar Rp990 Juta per hari, untuk orang menengah cuma Rp9 juta, sedangkan untuk orang miskin melarat cuma Rp1juta.
***
Tinggal pilih aja, kebijakan yang mana.
***
Menurut Teori Keuangan Publik, Pemerintah memiliki 3 fungsi: yaitu fungsi distribusi, alokasi, dan stabilitasi. Tiga fungsi tersebut adalah intervensi alias campur tangan pemerintah yang bertujuan agar rakyatnya bisa memenuhi kebutuhannya dengan baik (a.k.a sejahtera).
Konsep ini juga dikemukan oleh Adam Smith, seorang ahli ekonomi yang sering dianggap sebagai guru besar paham ekonomi liberal, namun dalam kitabnya yang terkenal “Wealth of Nation”, ia tetap menilai perlu adanya fungsi intervensi pemerintah untuk turut meredam kegagalan mekanisme pasar.
Intinya pemerintah itu memang harus mengatur segala hal terkait kesejahteraan publik, termasuk harga BBM. Dalam mengatur harga BBM pemerintah memiliki beberapa pilihan. Dan sebagaimana setiap pilihan, selalu punya konsekuensi logis masing-masing.
So, realitis aja, tidak usah terlalu fanatik dengan 1 ide terkait pengelolan keuangan negara. Terlebih jika fanatik tersebut semata-mata bermotif politik.
Fleksibel, pemerintah tahu apa yang sedang mereka lakukan, dan tidak harus selalu sama, padahal kondisi yang dihadapi bisa berbeda.
Wallahu'alam.
*Opini oleh Andi
Kebijakan yang dipilih semestinya menraktir mereka yang tidak mampu saja atau menraktir transportasi publik. Caranya simpel, yang plat kuning pakai harga traktiran, yang selain itu pakai harga normal.. atau untuk menghindari kolusi dengan penjaga pom, ubah pola transaksi bensin, pakai barcode scanner di STNK atau plat nomor..
ReplyDeletePerlu waktu, pasti, tapi tidak lama, cukup setahun, yaitu mengambil momen perpanjangan STNK atau pembayaran pajak tahunan kendaraan. Ubah STNK menjadi kartu dengan barcode, toh bentuk kertas saat ini tidak banyak berguna selain menunjukkan 'keaslian'. Dengan bentuk kartu, justru memberi nilai tambah, yaitu 'keaslian' dapat terus dilacak karena akan sering dipergunakan dalam transaksi bensin dan transaksi kendaraan lainnya.
Terima kasih atas komentarnya. Silahkan tetap membaca postingan terbaru kami
Delete