Oleh: Andi *)
Sebuah keniscayaan bahwa bisnis
sarang burung walet kini telah tumbuh dengan pesat. Dan sebuah fakta yang tidak
dapat dinafikan pula, bahwa ’rumah walet’ yang dibangun secara masif di wilayah
Kota Palangka Raya berkontribusi negatif terhadap tata kota. Kesemrawutan kian
mencoreng citra ’Kota Cantik’, sebuah kota yang beberapa waktu lalu
digadang-gadang menjadi ibukota negara.
Gubernur melalui instruksi
No.1568/KP.020/07/2010 tanggal 31 Juli 2010 tentang Penertiban Pengelolaan
Pengusahaan Sarang Burung Walet, menegaskan upaya Pemerintah Provinsi
Kalimantan Tengah untuk menanggulangi dampak gangguan yang dimunculkan oleh keberadaan
sarang walet (Tabengan, 24 Mei 2011).
Hal ini mengingat, kondisi tersebut dianggap sudah menganggu ketertiban
lingkungan dan merusak tata kota.
Dari segala macam sisi negatif
tersebut, perlu juga kita mengungkap sisi positif dari keberadaan sarang burung
walet. Selain dapat menjadi pundi-pundi rupiah masyarakat yang pada akhirnya meningkatkan
kesejahteraan, sarang burung walet juga memunculkan potensi pendapatan bagi
daerah. Sebut saja retribusi yang bisa didulang dari pengurusan izin Hinder Ordonantie (HO) atau izin
gangguan. Terlebih lagi setelah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (UU No. 28 Tahun 2009) disahkan. Pajak Sarang Burung Walet
menjadi satu di antara empat jenis pajak baru yang boleh dipungut oleh
pemerintah kabupaten/kota.
Dukungan
legalitas dari Pemerintah Pusat ini, tentu dapat menjadi peluang bagi
Pemerintah Kota (Pemkot) Palangka Raya untuk memperbesar potensi pendapatannya.
Hanya saja, kita tinggal menunggu payung hukum dan petunjuk teknis di level
daerah. Peraturan Daerah menjadi dasar hukum utama di level pemerintah daerah,
untuk menetapkan objek pajak dan tarif terkait pajak sarang burung walet
tersebut. Dan selanjutnya disusul dengan produk hukum eksekutif yang mengatur
segala hal menyangkut penatausahaan.
Kota
Palangka Raya yang merupakan ibu kota dari Provinsi Kalimantan Tengah memang
seharusnya berbenah. Palangka Raya suka tidak suka, akan menjadi etalase terdepan
bagi Bumi Tambun Bungai, sebuah provinsi yang pada tanggal 23 Mei lalu genap
berusia 54 tahun. ‘Kota Cantik’ harus segera berdandan. Oleh karena itu, untuk
menghadapi dilema sarang burung walet ini, ‘penertiban’ memang menjadi kata
kuncinya.
Potensi Pendapatan Daerah
Bak buah simalakama, di satu sisi sarang burung
walet sangat menguntungkan dunia usaha dan pemerintah kota, di sisi lain
mengancam ketertiban dan tata kota. Perlu kita ketahui bahwa ada banyak potensi
pendapatan daerah yang masih belum dimaksimalkan, terkait sarang burung walet.
Mulai dari proses awal hingga aktivitas akhir pada dunia usaha ini.
Sebut saja
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas pembangunan gedung sarang burung walet,
atau izin gangguan (HO) dan Pajak Sarang Burung Walet yang sudah disebut
diatas. Belum lagi potensi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan
Perkotaan, yang mulai tahun 2010 telah dipersiapkan pelimbahan hak pungutnya
oleh Pemerintah Pusat ke Pemkot Palangka Raya secara berangsur-angsur, sesuai
amanat pasal 182 dan 185 pada UU No. 28 Tahun 2009 tersebut.