Tuesday, April 19, 2016

Menguji Audit BPK

Oleh Eko Suryono

POLEMIK audit BPK semakin menarik dalam dinamika perkembangan kasus pengadaan tanah RS Sumber Waras yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta, Ahok. Kasus yang kini ditangani KPK itu menjadi sangat kental nuansa politik dengan adanya pilkada DKI Jakarta tahun depan. Pilihan Ahok yang akan maju dalam Pilkada 2017 melalui jalur independen berdampak meluas dengan minimnya dukungan partai politik dalam berbagai hal, termasuk kasus Sumber Waras.

Bukti yang tersedia dan paling mudah digunakan sebagai dasar terkuat kasus ini adalah hasil audit BPK, baik dalam audit keuangan (general audit) maupun audit investigatif yang telah dilaksanakannya. Perlu diketahui sebelumnya bahwa dalam audit keuangan yang dilakukan rutin tiap tahun, BPK juga melakukan penilaian atas pengendalian internal yang dilakukan auditee dan kepatuhan atas ketentuan perundangundangan. Sedang audit investigasi dilakukan untuk mendalami satu permasalahan khusus tertentu. Masing-masing dilakukan dengan prosedur tersendiri yang disebut sebagai Standar Pemeriksaan.

Meskipun telah ditentukan suatu Standar Pemeriksaan, sebagai suatu bentuk kegiatan profesional audit tidak bisa tidak melibatkan judgement dari auditor atau pemeriksa. Langkahlangkah atau tahapan audit serta pengembangan metode yang dilakukan selama proses audit sangat bergantung pada profesionalisme auditor. Semakin auditor bertindak profesional, semakin baik dan objektif hasil audit. Hasil audit yang disajikan dalam Laporan Audit BPK akan digunakan sebagai salah satu bukti yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan perkara.

Mengutip dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-X/2012 ”Mengenai terbukti atau tidak terbuktinya kerugian negara yang disebutkan dalam LHPKKN (Laporan Penghitungan Kerugian Keuangan Negara) atau sahtidak sahnya LHPKKN tersebut tetap merupakan wewenang mutlak dari hakim yang mengadilinya” lebih lanjut dijelaskan ”….digunakan atau tidaknya informasi tersebut dalam pengambilan putusan merupakan kemerdekaan hakim yang mengadili perkara.” Pendapat Ahok atas laporan BPK yang ngaco dapat dibuktikan di pengadilan dengan bukti-bukti yang melawan hasil audit tersebut.

Tentunya simpulan mana yang lebih benar akan ditentukan hakim. Dalam posisi ini, perguliran kasus ke ranah pengadilan merupakan langkah yang ideal. Perang opini di media dapat mengakibatkan kesalahan persepsi masyarakat awam. Sebagai contoh, Ketua BPK menerangkan adanya transaksi tunai yang dilakukan akhir tahun dalam pembayaran lahan Sumber Waras.
Masyarakat awam ada yang mengartikan transaksi tunai ini dalam bentuk pecahan uang kertas yang jika dijumlahkan seberat lebih dari 7 ton, padahal pengertian tunai dewasa ini sudah mengalami perluasan bentuk. Penggunaan cek, transfer bank, dan wesel dapat termasuk dalam pengertian tunai.

Etik dan Profesionalisme
Kasus Sumber Waras membawa KPK pada situasi sulit yang menuntut kehati-hatian berlebih. Catatan sempurna yang dimiliki KPK di persidangan menunjukkan kehati-hatian dalam penanganan kasus korupsi. Dalam penggunaan Laporan BPK sebagai alat bukti, KPK memiliki tanggung jawab untuk melakukan review untuk memastikan validitas dan relevansinya dengan bukti-bukti pendukung lainnya. Konstelasi politik dapat mengganggu bukti-bukti kejadian sebenarnya melalui pendapat-pendapat bias yang mungkin mempengaruhi pemahaman kasus dan posisi hukum. Pengembangan kasus mungkin tidak lagi murni proses hukum untuk mencari kebenaran.

Profesionalisme dalam dunia audit dipengaruhi oleh tiga faktor: integritas, independensi, dan kemahiran. Ketiga faktor inipun menjadi syarat pemeriksa yang tercantum dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Integritas merupakan sikap jujur dan kesungguhan untuk melakukan pekerjaan sebaik- baiknya, sedangkan independensi merupakan sikap netral dan tidak memihak baik sebagai kawan maupun lawan. Dalam SPKN disebutkan pemeriksa harus objektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya.

Kemahiran meliputi kemampuan teknis serta kecermatan dalam melakukan audit. Dengan pemberitaan yang beredar dan bermunculannya bukti-bukti baru yang mengundang pro dan kontra, sangat tidak adil rasanya untuk melakukan justifikasi bahwa audit BPK tidak baik atau salah. Apalagi kita tidak dapat membandingkan bukti tersebut dengan bukti yang diperoleh BPK. Akan tetapi, pemberitaan atas pejabat BPK yang terkait Panama Papers atau usaha penjualan lahan TPU ke Pemprov DKI Jakarta memaksa kita untuk mempertanyakan integritas dan independensi BPK terlepas benar tidaknya berita tersebut.

Ditambah lagi proses check and balance yang kurang transparan ditunjukkan dengan sidang etik internal yang tidak terbuka semakin menambah keraguan publik. Padahal dari aspek kemahiran, pegawai-pegawai BPK tidak kalah dengan organisasi pemeriksa di negara lain. Hal ini dapat terlihat dengan kepercayaan yang diberikan PBB kepada BPK untuk melakukan audit Lembaga Nuklir PBB IAEA periode 2016 sampai dengan 2017. Kejadian ini sebaiknya dapat digunakan sebagai momentum untuk melakukan perbaikan pada tubuh BPK. Bagaimanapun, BPK merupakan lembaga tinggi negara yang harus dijunjung tinggi kredibilitasnya sebagaimana lembaga tinggi lainnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.(50)

Disadur dari Publikasi Suara Merdeka
Penulis adalah Alumni STAN Akuntansi Pemerintahan (2004-2007)

No comments:

Post a Comment

:: akuntansi pemerintah akuntansi pemerintahan akuntansi pemerintah indonesia ::
komentar, saran, dan kritik sangat diharapkan untuk menambah kualitas